Rabu, 25 Oktober 2017

Atasi Masalah Reklamasi, Presiden Harus Turun Tangan


Atasi Masalah Reklamasi, Presiden Harus 



Turun Tangan
Proyek reklamasi pulau G teluk Jakarta. (BeritaSatu Photo/Uthan A Rachim)
Oleh: Bhakti Hariani / JAS | Kamis, 19 Oktober 2017 | 12:20 WIB
Jakarta - Dosen Kelompok Keahlian Perumahan Permukiman Sekolah Arsitektur Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan (SKPPK) Insititut Teknologi Bandung (ITB) Jehansyah Siregar menuturkan, akar masalah kasus reklamasi ini pada dasarnya adalah hilangnya kepercayaan atau trust dari masyarakat kepada pemerintah.
Hal ini terjadi karena langkah-langkah yang dilakukan hanya menempatkan pemerintah sebagai pemberi stempel rencana dan aksi-aksi pebisnis properti. Menurut Jehansyah, keadaan berpotensi semakin tidak menentu jika pemerintah pusat maupun Pemprov DKI Jakarta berjalan masing-masing. Dalam situasi seperti ini, solusinya tidak lain adalah langkah-langkah yang bisa mengembalikan kepercayaan atau trust tersebut.
"Bukan hanya mengembalikan kepercayaan melalui wacana, namun sekaligus juga menyelesaikan sengkarut dasar peraturan dan teknis reklamasi tersebut," kata Jehansyah kepada Suara Pembaruan, Kamis (19/10).
Jehansyah menuturkan, proses penyusunan analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) maupun rencana tata ruang dan zonasi misalnya, harus menjadi bagian dari proses mengembalikan kepercayaan tersebut. Jika Pemerintah tiba-tiba mengatakan Amdal sudah selesai, tanpa forum terbuka, hal ini justru semakin meningkatkan rasa ketidakpercayaan warga ke pemerintah.
Proyek reklamasi atau tepatnya Penataan Pantai Utara Jakarta dan Sekitarnya, kata Jehansyah, adalah proyek strategis yang harus ditangani secara komprehensif, transparan dan objektif. Untuk itu Gubernur Jakarta bersama Presiden harus turun tangan.
"Bukan cuma Presiden membuat pernyataan dan merasa semua keruwetan bisa diatasi oleh Menko Kemaritiman melalui pendekatan kekuasaan," kata Jehansyah.
Presiden tidak bisa hanya mengandalkan langkah-langkah biasa maupun pendekatan kekuasaan. Apalagi jika mengabaikan peran Gubernur Jakarta.
Untuk mengatasi hal ini beberapa solusi yang dapat dilakukan menurut Jehansyah adalah, Presiden bersama Gubernur DKI Jakarta dapat membentuk Badan Penataan Pantai Utara Jakarta dan Sekitarnya (BP Pujas).
Badan ini bisa dikelola secara profesional maka hendaknya dipilih orang-orang yang sangat kapabel dan berintegritas tinggi untuk duduk di dalamnya. Badan ini nantinya perlu berkoordinasi dengan Pemprov DKI, Banten dan Jabar serta kementerian terkait lainnya.
"Jangan lupa utamakanlah proses dialog terbuka untuk menyelesaikan bermacam masalah yang kusut ini dengan didukung desain forum yang andal. Dialog ini perlu didesain dengan cermat melalui pendekatan perencanaan partisipatif," tutur Jehansyah.
Setidaknya, lanjut Jehansyah, ada satu kamar berisi Tim Pakar yang sangat kapabel dari berbagai disiplin. Satu kamar lagi adalah perwakilan dari para pihak. Segala keputusan yang dibuat oleh pemerintah haruslah didasarkan dari hasil kesepakatan forum dialog tersebut.
Jehansyah yang juga pengamat tata kota ini melanjutkan, perlu ditunjuk dan koordinasikan BUMN/ BUMD sebagai pelaksana penataan kawasan Pujas berdasarkan rencana yang ditetapkan Badan dan berkekuatan hukum. Baik rencana tata ruang hingga masterplan pembangunan.
"Semua pengembang properti yang terlibat hendaknya tidak ikut campur atau berusaha mempengaruhi. Mereka sebaiknya duduk manis menunggu saatnya dibuka kesempatan investasi properti di kawasan yang disediakan untuk fungsi itu," tutur Jehansyah.
Kalau Pemerintah (pusat maupun provinsi) tidak melakukan langkah-langkah yang objektif seperti ini, maka banyak kelompok kepentingan akan tetap menjalankan agendanya sendiri sendiri.
"Masalah bisa jadi semakin runyam, bahkan berpotensi menimbulkan konflik horisontal yang semakin luas. Pemerintah harus mampu meningkatkan peran dan kapasitasnya dalam mengelola pembangunan untuk kepentingan negara dan semua golongan," pungkas Jehansyah.


http://www.beritasatu.com/jakarta/458903-atasi-masalah-reklamasi-presiden-harus-turun-tangan.html


1 komentar: