Kamis, 19 Mei 2016

Kota Baru dan Masyarakat Baru

Menghadapi merebaknya kejahatan seksual pada anak, tampaknya pemerintah belum punya strategi yang menjanjikan. Banyak pihak yang berupaya menerbitkan peraturan kebiri dan perhatian masih di seputar pemberatan hukuman dan efek jera yang kuat. Perdebatan malah mempersoalkan bentuk aturan, apakah mau Undang-undang atau Perppu? Padahal laju bermunculannya kasus demi kasus baru di seluruh penjuru tanah air seperti tak tertahan. Yang jelas, keadaan ini sudah tergolong darurat kejahatan seksual dan pemerintah hanya bisa bereaksi di tingkat hilir dan setelah kasus-kasus bermunculan.

Kondisi seperti ini benar-benar sudah menunjukkan masyarakat kita yang sedang sakit. Bukan hanya darurat kejahatan seksual, disamping itu masih banyak penyakit di masyarakat kita yang semakin tidak terkendali. Penangkapan dalam peredaran narkoba yang semakin menggila membuat penjara semakin penuh sesak dan kekurangan sipir dan ruang penjara. Perilaku menyimpang semacam LGBT semakin banyak dijumpai, kejahatan pedofil terus berulang-ulang, kekerasan di tengah-tengah keluarga semakin sering terjadi. Penyakit sosial apa lagi yang tidak kita jumpai di masyarakat kita?

Langkah apa yang sebenarnya bisa dilakukan pemerintah untuk memutus mata rantai berbagai kejahatan dan penyakit sosial seperti ini? Strategi apa yang bisa dikembangkan di tingkat hulu dan bukan sekedar reaktif ataupun bicara soal pemberatan hukuman? Kalau kita perhatikan kondisi tempat tinggal dan lingkungan permukiman perkotaan di sekitar kita, tampaknya sudah ada jawaban mengapa semua masalah sosial ini semakin memburuk. Salah satu jawabannya adalah kondisi perumahan dan permukiman di kota-kota tanah air yang semakin tidak manusiawi untuk sebagian besar penduduknya.

Menurunnya kualitas kehidupan dan masyarakat yang sakit tidak bisa kita lepaskan dari krisis perumahan dan perkotaan di Indonesia. Meskipun tumbuh semakin pesat, namun kota-kota semakin tidak manusiawi. Proses urbanisasi yang cepat lebih banyak mendatangkan kemiskinan ketimbang kesejahteraan. Masyarakat kota di Indonesia selalu mengeluh soal buruknya kualitas ruang kota dan berbagai pelayanan prasarana dasar seperti air bersih, sanitasi, listrik, perumahan, transportasi dan sebagainya. Sedangkan kota-kota baru yang dibangun pengembang swasta justru mendorong kepemilikan mobil yang berlebihan dan menyebabkan kemacetan yang parah. Perkembangan kota-kota terus menjalar-jalar tidak terkendali menyebabkan struktur ruang kota yang tidak menentu. Begitulah umumnya gambaran kota-kota besar di Indonesia sampai hari ini.

Berdasarkan data survey, pelayanan air minum dan sanitasi di perkotaan rata-rata masih sekitar 50%. Gambaran itu sejalan dengan krisis perumahan rakyat yang semakin akut. Angka kekurangan rumah (housing backlog) di Indonesia terus meroket hingga diperkirakan mencapai sekitar 17 juta unit pada tahun 2015 (hasil proyeksi Sensus BPS 2010, dari 13,6 juta dan rata-rata 700 ribu unit kekurangan rumah setiap tahun). Begitu juga permukiman kumuh yang semakin luas berdasarkan Sensus BPS yang bertambah rata-rata lebih dari 1.000 hektar per tahun. Delapan tahun sejak ditetapkannya Undang-undang Tata Ruang 26/2007 yang menargetkan Ruang Terbuka Hijau (RTH) sebesar 30%, kota-kota besar di Indonesia tidak mampu menambah ruang terbuka hijau secara berarti. 

Semua data ini menyisakan pertanyaan akan efektifitas program-program penyediaan perumahan dan permukiman yang terus dijalankan selama ini. Apa pula manfaat ratusan triliun anggaran negara yang dikucurkan selama ini? Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan meningkatnya urbanisasi tidak mampu direspon kebijakan perumahan dan perkotaan yang efektif. Justru mengakibatkan kota-kota semakin tidak manusiawi dan tidak bisa lagi diharapkan sebagai tempat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Bahkan sangat ironis, kota-kota justru menjadi sumber penyakit sosial. Kondisi seperti ini tidak dapat terus dibiarkan ataupun ditangani secara biasa-biasa saja. 

Indonesia membutuhkan berbagai terobosan di bidang perumahan dan pembangunan kota-kota dalam rangka mencapai integrasi sosial di dalam suatu harmoni ruang kota yang ramah lingkungan dan mencapai target kota-kota yang bebas kumuh serta sekaligus mengentaskan kemiskinan.Tujuannya bukan sekedar untuk menciptakan peroyek-proyek infrastruktur fisik, namun dalam upaya mewujudkan visi membangun Masyarakat Indonesia Baru yang moderen, semakin berdaulat, berkepribadian dan berdikari.

Pemerintah harus segera menyusun program-program terobosan seperti penyediaan perumahan publik, perumahan swadaya, pemberdayaan komunitas, penataan kota secara terpadu dan pembangunan kota-kota baru dalam jumlah yang signifikan dan dalam waktu yang secepat-cepatnya. Meskipun sederhana, namun semua program harus menjamin terpenuhinya standar kelayakan bangunan dan prasarana dasar serta pengelolaannya. Indonesia harus segera memiliki cetak biru untuk pembangunan kawasan-kawasan permukiman baru dan kota-kota baru yang menyediakan semua kebutuhan dasar secara layak dan berstandar setidaknya di 20 (dua puluh) kota-kota metropolitan dan kota-kota besar di seluruh tanah air. Beberapa konsep harus segera diterapkan, seperti kapasitas kelembagaan dan manajemen aset publik, konektivitas transportasi publik dan prasarana dasar, kemandirian dan proses kelengkapan fasilitas, serta tata bentuk dan kompaksitas bangunan, tata ruang dan peraturan zonasi kawasan.

Indonesia sudah jauh tertinggal karena terlalu lama membiarkan pembangunan permukiman dan kota-kota dikuasai oleh bisnis properti semata untuk memenuhi golongan menengah atas. Sedangkan bagi golongan menengah bawah, permukiman mereka menjadi kumuh karena dibiarkan tumbuh secara tidak terencana dan jauh dari standar kelayakan dan pengelolaan lingkungan yang baik.



Gambar. Perumahan dan Kota Baru untuk mewujudkan Masyarakat Indonesia Baru (hdb.org)


Strategi pembangunan permukiman dan perkotaan tidak diawali semata oleh pembuatan gambar masterplan ataupun diakhiri dengan serah terima bangunan. Seluruh proses perencanaan, pembangunan dan pengelolaan harus direncanakan secara komprehensif dan terpadu dengan memperhatikan berbagai aspek sosial, ekonomi dan lingkungan.

Pembangunan kota-kota baru harus diprakarsai langsung oleh pemerintah dan direncanakan sebagai tempat-tempat tinggal warga masyarakat dari beragam kelas sosial dan ekonomi. Mereka akan hidup bersama secara harmonis hingga mereka merasa betah seperti di rumah sendiri. Tempat tinggal dimana penduduknya bisa pergi ke semua tempat kerja yang terhubung dengan transportasi publik yang nyaman dan terjangkau. Anak-anak mereka pergi ke sekolah-sekolah dan ibu-ibu pergi ke pasar, rumah sakit dan balai warga, semuanya dalam jarak perjalanan yang dekat di suatu lingkungan hunian yang terencana.



Gambar.  Kota Baru berkepadatan tinggi dengan standar layak dan berkualitas (hdb.org)


Dalam rangka membangun Masyarakat Indonesia Baru yang lebih sejahtera, setidaknya ada lima strategi yang perlu disusun secara seksama, yaitu:

1)  Membangun dan memberdayakan komunitas permukiman, yang bertujuan untuk mewujudkan komunitas yang hidup semakin sejahtera dan terus menerus memupuk modal sosial dan budaya yang berkepribadian di masyarakat.

2)  Tata guna lahan campuran dan kompak (compact-city and compact-housing) yang tidak hanya ditandai oleh kepadatan yang tinggi, namun juga dibarengi standar kualitas ruang dan infrastruktur yang baik dan fungsi-fungsi campuran antara hunian dan berbagai fasilitas sosial dan umum. Strategi ini harus dipadukan dengan infrastruktur dan sistem transportasi umum yang nyaman dan terjangkau.

3)  Ruang terbuka hijau untuk semua, dimana penyediaan perumahan rakyat dan pembangunan kota-kota harus sudah menerapkan konsep ruang terbuka hijau dan ruang terbuka biru sebagai ruang publik yang memadai, yaitu minimal 50% sampai 70% dari total luas wilayah. Baik dalam bentuk hutan kota, badan-badan air, kebun dan taman, jalur pedestrian, hingga ruang hijau di sela-sela kantong parkir dan di atas atap-atap bangunan.

4)  Penyediaan perumahan rakyat (people’s housing) yang terhindar dari bias perumahan komersial, yaitu dimana peran langsung negara hadir dalam bentuk sistem penyediaan perumahan yang baik (housing delivery system). Semuanya dalam bentuk hunian campuran multi-strata sosial dan multi-tingkat pendapatan yang direncanakan dan dikelola secara harmonis sesuai kebutuhan yang beragam. Peran negara secara langsung diperlukan melalui penyediaan multi-moda perumahan rakyat, yang meliputi perumahan umum, perumahan swadaya dan perumahan sosial. Sedangkan moda perumahan komersial agar semakin difasilitasi dan dikendalikan tanpa dibebani kewajiban-kewajiban tambahan yang memberatkan dunia usaha.

5)  Pembangunan Kota-kota Baru. Berbagai program perumahan dan infrastruktur kota yang dijalankan selama ini sudah tidak memadai lagi, karena lingkungan perkotaan yang semakin tidak manusiawi. Program ini tidak boleh dijalnkan sebatas kumpulan proyek yang tidak menyentuh akar masalah. Di sinilah pentingnya menghadirkan program pembangunan kota-kota baru yang direncanakan dan dikelola secara komprehensif dan dipimpin langsung oleh pemerintah melalui organisasi yang kapabel dan profesional.




***