Kamis, 03 September 2015

Program Perumahan untuk Keluarga TNI


Memperhatikan berbagai kasus penggusuran (kemarin pagi terjadi penggusuran di kompleks Kodam Jaya, Jakarta) yang terus menimpa keluarga-keluarga purnawirawan dan warakawuri TNI tanpa adanya solusi yang memadai, sungguh memilukan hati kita yang melihatnya. Di satu pihak, TNI tetap merasa sebagai yang berhak untuk mengosongkan paksa, namun di sisi lain keluarga prajurit penghuni perumahan tersebut merasa belum adanya solusi yang memadai sehingga tetap ingin bertahan.
 
Bagaimana mendudukkan persoalan ini sebenarnya?  Apa yang terlewati di sini ?
 
Saya melihat pemandangan tak sedap yang masih akan terus terjadi ini menunjukkan masih kurangnya pemahaman bagaimana menegakkan tertib administrasi rumah negara di satu sisi  dan merealisasikan hak dasar perumahan di sisi lain. Umumnya pihak pengelola aset di lingkungan TNI-AD (dan instansi pemerintah lain) hanya melihat status rumah negara itu saja secara formal legalistik. Bahwa para keluarga purnawirawan/warakawuri tidak berhak lagi menempatinya. Oleh karena itu rumah negara tersebut harus segera dikosongkan. Termasuk dengan cara menggusur memakai kekerasan dan mengerahkan prajurit tentara. Waduh !  

Padahal para purnawirawan, para janda dan anggota keluarga-keluarga prajurit tersebut masih belum punya solusi untuk tempat tinggalnya setelah pensiun/meninggal dunia. Sungguh sebuah penyelesaian yang sangat tidak manusiawi. Persoalan hunian dan permukiman keluarga-keluarga prajurit yang sudah lama menempati kompleks perumahan tentara tidak bisa diselesaikan hanya menggunakan pendekatan administrasi semata.

 
Lalu bagaimana penyelesaiannya? Ke mana pula amanah pelaksanaan hak dasar perumahan rakyat di dalam UUD 1945 pasal 28H tersebut hendak di alamatkan? Kiranya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) lah yang perlu untuk mengambil inisiatif mendudukkan persoalan ini dan memberikan solusi yang sebaik-baiknya. Karena ini menyangkut hak hunian dan hak bermukim seluruh rakyat yang menjadi tanggung jawabnya.

Sebenarnya pemerintah, dalam hal ini TNI dan Kementerian PUPR, bisa bekerja sama menyusun program perumahan bagi keluarga-keluarga TNI. Program perumahan ini pada akhirnya juga bertujuan memperlancar pelepasan rumah-rumah negara itu nantinya. Untuk itu kami merekomendasikan agar Kemen PUPR bisa memberi bantuan teknis kepada TNI (dan instansi lainnya) untuk penyiapan program yang bersifat antisipatif dan terencana tanpa harus menunggu masa pensiun/meninggal dunia.
 
Janganlah pemerintah membiarkan urusan perumahan rakyat terseret ke dalam pusaran pasar properti yang lebih mengedepankan kepastian hukum kepemilikan ketimbang jaminan bermukim bagi rakyat. Di dalam pusaran pasar properti memang ada "permainan" yang basah", yaitu berburu rente dalam memfasilitasi para pengusaha properti. Namun bukan itu tugas dan tanggung jawab pemerintah. Pemerintah harus bersungguh-sungguh bekerja membangun sistem,  dalam hal ini work based housing delivery system. Bentuknya adalah pengembangan divisi/ unit perumahan anggota/karyawan di organisasi TNI maupun instansi pemerintah lainnya.
 
Program perumahan prajurit ini nantinya bisa berupa elemen program seperti tabungan perumahan (sejak masa prajurit aktif), persiapan penyediaan tanah, dukungan fasilitasi kredit, penyediaan infrastruktur, dan pembentukan semacam unit/divisi perumahan di instansi tersebut. 

Segera hentikan pendekatan kekerasan dan bangunlah komunikasi yang lebih baik dan sistem penyediaan perumahan yang lebih responsif terhadap tuntutan kebutuhan rakyat.

Minggu, 16 Agustus 2015

Pengembangan Rumah Inti Tumbuh di Indonesia


Dari hasil diskusi dan paparan beberapa pihak pada bulan April 2015 di Kementerian PUPR, kami menyimpulkan bahwa konsep Rumah Inti adalah konsep yang sangat potensial untuk dikembangkan di tanah air. Namun tantangan yang sebenarnya bukanlah pada konsepnya, namun pada mekanisme penyediaan seperti apa yang paling sesuai dan berkelanjutan.

Adanya tawaran pinjaman dari lembaga pembiayaan internasional untuk program ini apalagi jika diarahkan untuk golongan berpendapatan rendah, meski dengan dukungan mikrokredit sekalipun, sangat beresiko menghasilkan program yang belum tentu efektif. Namun bantuan teknis yang bersifat hibah masih bisa cukup membantu untuk melihat kelayakan program ini secara konseptual.

Untuk pengembangan program ini diperlukan pendampingan dalam bentuk bantuan teknis,  kajian teknis dan proyek percontohannya.  

Konsep Rumah Tumbuh (Rumah Inti Tumbuh) sangat potensial untuk diterapkan di dalam skema Pembangunan Baru dimana penerima program tidak memiliki tanah dan akan diberdayakan secara kelompok melalui Pembangunan Perumahan Bertumpu Pada Kelompok. Penerima program akan mendapat hak hunian jangka panjang berkisar antara 25-50 tahun. Tantangannya memang lebih pada menyiapkan mekanisme penyediaan yang tepat.

Langkah awal yang perlu segera dimulai adalah menyiapkan desain PROTOTIPE dari Rumah Inti Tumbuh tersebut seperti apa. Dengan didukung anggaran tertentu (misalnya Rp 20 juta per unit) sebagai dana stimulan perumahan swadaya, maka Prototype Rumah Tumbuh sudah bisa dicetak misalnya sebanyak 20 unit. Selanjutnya para penghuni dapat melanjutkan rumah tumbuhnya melalui skema kredit mikro perumahan swadaya seiring dengan pemberdayaan kelompok.

Adanya tawaran beberapa lokasi tanah milik Pemerintah akan menjadi langkah awal yang sangat potensial untuk segera menyiapkan proyek percontohannya di salah satu lokasi di Kota Metropolitan di tanah air. Untuk itu kami mengusulkan adanya kegiatan Penyiapan Prototype Rumah Inti Tumbuh tahun ini di bidang Perumahan Swadaya. Melalui kegiatan ini, secara simultan sudah bisa juga dilakukan koordinasi dengan Pemko/Pemkab dan pihak pendamping untuk memulai identifikasi dan pendampingan terhadap para penggarap di atas tanah Pemko/Pemkab tersebut. Melalui persiapan prototype dan lokasi ini kemudian direncanakan untuk bisa dimulai percontohannya pada tahun berikutnya.


------